Harapan Besar Implementasi Kurikulum 2013
Oleh Fathur Rokhman
Kurikulum 2013 resmi diberlakukan di 6.329 sekolah dari jenjang SD
hingga SMA di Indonesia mulai 15 Juli 2013. Di Jawa Tengah, berdasar
data Sistem Elektronik Pemantauan Implementasi Kurikulum 2013 (Epik),
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjuk 877 sekolah sebagai
sekolah sasaran pemberlakuan kurikulum baru. Meskipun masih ada
kontroversi, visi luhur kurikulum 2013 sangat menarik untuk dikaji.
Di tengah pro dan kontra terkait implementasi Kurikulum 2013,
pemerintah tentu punya harapan besar untuk mewujudkan sistem pendidikan
yang lebih baik. Pembenahan ini sudah seyogianya didukung oleh segenap
elemen pendukung pendidikan. Para pendidik, akademisi, termasuk lembaga
perguruan tinggi kependidikan (LPTK) harus bersama melakukan penguatan.
Dari tujuan tersebut, paradigma yang kemudian harus dibangun adalah
berupaya sinergis, menyiapkan berbagai sarana penunjang termasuk
kompetensi tenaga pendidik agar lebih siap dalam mengaplikasikan
kurikulum baru. Dalam hal ini, pemerintah tentu tidak bisa sendirian
dalam merealisasikan pembenahan sistem pendidikan. Tanpa dukungan
segenap lini, pendidikan yang lebih baik hanyalah angan-angan belaka.
Memang, melalui media kita masih saja melihat kekurangan bahan ajar
dan kekurangsiapan berbagai komponen pendukung implementasi kurikulum
2013. Di berbagai daerah, masih saja terjadi kekurangan buku pelajaran
sebagai piranti utama pembelajaran. Di Jawa Tengah, misalnya pada
jenjang SMA, sekolah baru menerima buku dari tiga mapel, sedangkan SMP
untuk mapel agama belum tersedia. Akan tetapi, hal tersebut sudah
semestinya tidak menjadi hambatan karena pendidik dapat mengacu pada
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk membuat silabus
pembelajaran, sesuai dengan Permendikbud No 69 Tahun 2013 tentang
Kurikulum 2013 (SM, 20/7/13).
Kompetensi Utama
Sebagaimana sering dikemukakan Mendikbud Prof. Dr. Ir. Muhammad Nuh
dalam berbagai kesempatan, Kurikulum 2013 telah dirancang sedemikian
rupa agar siswa mampu meraih kompetensi utama, yakni sikap, pengetahuan,
dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor). Kompetensi
tersebut diharapkan dapat menggambarkan kualitas yang seimbang antara
pencapaian hard skills dan soft skills. Untuk mencapai hal tersebut,
pemerintah memandang perubahan kurikulum dari KTSP ke kurikulum 2013
merupakan ikhtiar dalam peningkatan mutu pendidikan Indonesia.
Di antara keunggulan kurikulum 2013, pada jenjang SD/MI, pembelajaran
dilakukan dengan metode tematik-integratif. Guru disyaratkan mampu
mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke
dalam tema yang berkenaan dengan alam dan kehidupan manusia. Pada
jenjang SMP/MTs, organisasi Kompetensi Dasar kurikulum dilakukan dengan
cara mempertimbangkan kesinambungan antarkelas dan keharmonisan
antarmata pelajaran. Berdasarkan pendekatan ini, maka terjadi
reorganisasi Kompetensi Dasar mata pelajaran sehingga struktur Kurikulum
SMP/MTs menjadi lebih sederhana karena jumlah mata pelajaran dan jumlah
materi berkurang.
Selanjutnya, pada seleksi penerimaan peserta didik untuk jenjang
SMA/MA terdapat tes peminatan. Kelompok peminatan terdiri atas Peminatan
Matematika dan Sains, Peminatan Sosial, dan Peminatan Bahasa. Sejak
kelas X peserta didik sudah harus memilih kelompok peminatan yang akan
dimasuki. Pemilihan peminatan berdasarkan nilai rapor di SMP/MTs
dan/atau nilai UN SMP/MTs. Selain itu dapat pula melalui rekomendasi
guru BK di SMP/MTs dan/atau hasil tes penempatan (placement test) ketika
mendaftar di SMA/MA. Psikolog atau guru BK dapat pula melakukan tes
bakat dan minat kepada siswa.
Jam pelajaran pun diubah. Setidaknya dalam struktur kurikulum SMA/MA,
ada penambahan jam belajar per minggu sebesar 4-6 jam. Dengan demikian,
untuk kelas X bertambah dari 38 jam menjadi 42 jam belajar dan untuk
kelas XI dan XII bertambah dari 38 jam menjadi 44 jam belajar. Sedangkan
lama belajar untuk setiap jam belajar adalah 45 menit.
Dengan adanya tambahan jam belajar ini dan pengurangan jumlah
Kompetensi Dasar, guru tentu memiliki keleluasaan waktu untuk
mengembangkan proses pembelajaran yang berorientasi siswa aktif belajar.
Proses pembelajaran siswa aktif memerlukan waktu yang lebih panjang
dari proses pembelajaran penyampaian informasi karena peserta didik
perlu latihan untuk melakukan pengamatan, bertanya, berasosiasi, dan
berkomunikasi.
Karena peserta didik mungkin belum terbiasa, proses pembelajaran yang
dikembangkan guru menuntut kesabaran karena menunggu respon. Selain
itu, bertambahnya jam belajar memungkinkan guru melakukan penilaian
proses dan hasil belajar. Waktu yang dilalui guru bersama murid pun
menjadi lebih lama, sehingga diharapkan proses pembelajaran bisa
berjalan dengan maksimal.
Maksimalkan Peran
Dari perihal teknis di atas, terungkap betapa kolaborasi siswa dan
guru begitu kentara. Semenjak pendidikan dasar, siswa sudah diharapkan
mampu membangun pola interaksi yang baik dengan sesama dan diajak peka
terhadap apa yang ada di sekitarnya. Supaya hasil maksimal, guru tentu
dituntut selalu berinovasi dalam pembelajaran.
Dalam ranah tersebut, LPTK sudah seyogianya memberikan penguatan.
Pelatihan terhadap tenaga pendidik, di luar tanggung jawabnya mencetak
tenaga pendidik yang mumpuni, merupakan kewajiban mendasar. Hal inilah
yang membuat LPTK mampu memaksimalkan peran dalam ranah kependidikan.
Pada kenyataannya, Kurikulum 2013 memiliki visi yang luhur, yaitu
tidak sekadar menenempatkan siswa sebagai objek akademik yang berilmu,
tetapi lebih dari itu, karakter dan soft skills sebagai bagian tak
terpisahkan dari manusia sebagai makhluk berbudaya teramat penting untuk
disematkan.
Bagai kapal induk yang melaju, Kurikulum 2013 adalah sebuah harapan
besar ke depan. Dengan mengoptimalkannya, kita telah menjadi bagian yang
senantiasa memperteguh cita-cita mulia pendidikan Indonesia.
Keberhasilan implementasi Kurikulum 2013 menjadi angin segar bagi
capaian cita-cita Generasi Indonesia Emas 2045. Semoga Allah Tuhan yang
Maha luas ilmuNya meridhoi ikhtiar kita semua.
***
0 komentar:
Posting Komentar