Menanamkan Pendidikan Karakter Bangsa Adalah Suatu Prioritas

Mendidik karakter
adalah bahasan unik, mengapa unik? Karena bahasan ini
bisa “lari” kemana-mana bila kita membahas tentang manusia. Dan masalah
tentang manusia adalah pekerjaan yang tidak ada habisnya, dari manusia
lahir hingga meninggal banyak kejadian ajaib serta memalukan terjadi
dalam kehidupannya.
Manusia adalah faktor
penting dalam menciptakan kehidupan yang baik. Kehidupan yang baik dan
sejahtera itu dapat dibentuk dan diciptakan. Pertanyaannya bagaimana
membentuknya?
Bentuklah dari kebiasaan. Sebagai contoh, di Hong Kong
kepadatan lalu lintas tidak seruwet di Jakarta, bahkan cenderung sepi
dan lenggang. Dengan penduduk sekitar 8,8 juta lalu lintas kendaraan di
Hong Kong termasuk lenggang, bahkan hari-hari sibuk juga lenggang. Apa
orang hongkong tidak memiliki kendaraan? Tidak, ternyata di Hong Kong
ada 2 kehidupan, kehidupan di dunia atas dan dunia bawah. Dunia atas
adalah dunia yang saya maksudkan lenggang, tetapi dunia bawah adalah
jalur subway atau kereta bawah tanah.
Jelas lebih padat aktifitas transportasi di dunia bawah. Hampir semua penduduk Hong Kong
menggunakan fasilitas ini. Walaupun padat, tetapi meraka sangat
teratur. Keluar melalui pintu samping kanan dan penumpang masuk melalui
pintu samping kiri, rapi dan teratur. Bagaimana ini bisa terjadi?
Ternyata ini adalah proses dari
pembiasaan, hal ini sudah di biasakan sejak anak di sekolah dasar,
sekolah mengajarkan keteraturan-keteraturan ini sejak usia dini. Mereka
dibiasakan untuk melakukan ini, sehingga kelak mereka terbiasa. Para
pembaca sekalian, anda tahu berapa waktu yang di butuhkan untuk
membentuk karakter seperti ini? Apakah 6 bulan? 1 tahun? Ini butuh
proses yang cukup lama dan perlu dibudayakan.
Indonesia
memiliki nenek moyang yang ramah tamah dan sangat santun dalam berelasi
dengan sesama dan kehidupan kesehariannya. Tetapi mengapa hingga ke
belakang (saat ini), nilai itu pudar semua? Australia, suku asli
Aborigin, mereka jauh tidak beradap dan jauh lebih brutal dari nenek
moyang kita, tetapi kini mereka masuk dalam kategori negara yang sangat
teratur dan tingkat kehidupan yang cenderung makmur. Ungkap seorang
kawan yang bercerita kepada saya. Teringat juga saya ketika rekan saya
lebih tepatnya dosen pembimbing skripsi saya saat pulang dari Australia
dan kita bertemu di tahun 2012. Dia bercerita, saat terjadi banjir yang
melumpuhkan Brisbane, dosen saya termasuk orang yang beruntung karena
dia tinggal di flat yang agak tinggi dan tidak perlu mengungsi. “Orang
disana tidak egois, rumah yang masih ada penghuninya saling di datangi,
entah mereka kenal apa tidak. Mereka ketok setiap pintu mereka tawarkan
bahan makan dan selimut, bertanya apa yang kita butuhkan, mereka saling
berbagi dengan mudahnya dan ikhlas”, “apakah itu petugas khusus
penanganan bencana yang datang kerumah anda?” tanya saya, “bukan, itu
adalah tetangga–tetangga saya yang senasib dengan saya, dan mereka tidak
tinggal di pengungsian” merinding saya dengar cerita tersebut.
Bagaimana mereka dapat hidup berdampingan seperti itu dan memperlakukan
orang lain yang bukan asli Australia seperti itu, tanpa pamrih.
Seandainya kita bisa berlaku seperti negara
tetangga kita, indahnya hidup dan kebersamaan ini. Hingga akhirnya saya
diberi tahu suatu fakta yang membuat otak saya “kram” sesaat. Ternyata
untuk mendidik dan menanamkan sikap seperti di negara tetangga kita itu
butuh waktu minimal 16
tahun, secara kontinyu dan konsisten. Dan untuk mendidik anak baca dan
tulis serta berhitung tidak lebih dari 6 bulan. Orangtua di Australia,
tidak pusing jika anaknya belum bisa baca tulis, karena itu akan
dikuasai dalam 6 bulan ke depan, tetapi sikap disiplin dan pembentukan
karakter diterapkan sedini mungkin, mereka tahu itu lebih penting dari
sekedar baca tulis di usia 3-5 tahun.
Semoga hal ini bermanfaat, dapat membawa pencerahan dan kebaikan bagi negara kita, dan tetap semangat dan majulah pendidikan karakter di Indonesia.
Salam
Timothy Wibowo
0 komentar:
Posting Komentar