Model
Pembelajaran Berbasis Proyek
Pembelajaran Berbasis Proyek: Model Potensial
untuk Peningkatan Mutu Pembelajaran
Abstract
The aim of this paper is to
highlight some of attempts at integrating Project-Based Learning approach into
the practice of teaching and learning in engineering and vocational education.
There are at least five criteria to capture the uniqueness of Project-Based
Learning, in attempting to describe the difference between Project-Based Learning
and prior models that involved projects. The five criteria are centrality,
driving question or problem, constructive investigations, autonomy, and
realism. Benefits attributed to Project-Based Learning include: increased
motivation, problem-solving ability, decision-making skills, collaboration, and
resource-management skills.
Kata kunci: belajar berbasis proyek, otentik, konstruktivistik, kontekstual,
kolaboratif
Dalam konteks peradaban makro, sekarang umat manusia sedang memasuki Abad Pengetahuan dan perlahan meninggalkan Abad Industrial. Atas dasar analisisnya terhadap empat program pendidikan yang berhasil mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan pada Abad Pengetahuan, Trilling dan Hood (1999) membuat daftar perbandingan karakteristik umum model pembelajaran Abad Pengetahuan yang dijelang umat manusia dan Abad Industrial yang telah ditinggalkan umat manusia (Tabel 1). Perbandingan ini merefleksikan pandangan filosofis tentang teknologi (pendidikan), terutama antara pandangan moderen dan pandangan transformatif.
Tabel 1. Pembelajaran Abad Pengetahuan versus Abad Industrial
ABAD INDUSTRIAL ABAD PENGETAHUANTeacher-as-Director Teacher-as-Facilitator, Guide, ConsultantTeacher-as-Knowledge Source Teacher-as-Co-learnerCurriculum-directed Learning Student-directed LearningTime-slotted, Rigidly Scheduled Learning Open, Flexible, On-demand LearningPrimarily Fact-based Primarily Project-& Problem-basedTheoretical, Abstract Real-world, concretePrinciples & Survey Actions & ReflectionsDrill & Practice Inquiry & DesignRules & Procedures Discovery & InventionCompetitive CollaborativeClassroom-focused Community-focusedPrescribed Results Open-ended ResultsConform to Norm Creative DiversityComputers-as-Subject of Study Computers-as-Tool for all LearningStatic Media Presentations Dynamic Multimedia Interactions Classroom-bounded Communication Worldwide-unbounded CommunicationTest-assessed by Norms Performance-assessed by Expert, Mentors,Peers&Self
Berdasarkan
Tabel 1 tersebut setidak-tidaknya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
Pertama, terlihat jelas bahwa pergeseran paradigma pembelajaran telah terjadi
dalam praktik kependidikan. Banyak praktik pendidikan yang dianggap
mengutungkan pada abad industrial, seperti belajar fakta, tubian (drill) dan
praktik, hukum dan prosedur digantikan belajar dalam konteks dunia nyata,
otentik melalui problem dan proyek, inkuiri, penemuan, dan invensi dalam
praktik abad pengetahuan. Kedua, kita akan membayangkan betapa sulitnya
mencapai perubahan yang sistematik ketika di lingkungan pendidikan kita masih
teramat kental dengan kebiasaan praktik pendidikan di abad industrial, seperti
belajar masih dikonsepsikan sebagai penyerapan fakta, belajar efektif dilakukan
dengan drill, dst. Ketiga, semakin jelas bahwa teknologi komunikasi dan
informasi adalah katalis penting untuk gerakan kita menuju metode belajar di
Abad Pengetahuan. Keempat, paradigma baru dalam belajar ini menggelar tantangan
yang luar biasa besar dan peluang untuk pengembangan professional, baik
preservice maupun inservice, bagi guru-guru kita. Dalam banyak hal, redifinisi
profesi pengajaran/pembelajaran dan peranan guru memainkan peranan penting
dalam proses belajar.Kini, para peneliti pembelajaran berargumen tentang
lingkungan belajar dalam konteks yang kaya (rich environment). Pengetahuan dan
keterampilan yang kokoh dan bermakna-guna (meaningful-use) dapat dikonstruk
melalui tugas-tugas dan pekerjaan yang otentik (CORD, 2001, Hung & Wong,
2000; Myers & Botti, 2000, ED, 1995; Marzano, 1992). Keotentikan kegiatan
kurikuler terdukung oleh proses kegiatan perencanaan (designing) atau
investigasi yang open-ended, dengan hasil atau jawaban yang tidak ditetapkan
sebelumnya oleh perspektif tertentu. Pebelajar dapat didorong dalam proses
membangun pengetahuan melalui pengalaman dunia nyata dan negosiasi kognitif
antarpersonal yang berlangsung di dalam suasana kerja kolaboratif.Kerja proyek
dapat dilihat sebagai bentuk open-ended contextual activity-based learning, dan
merupakan bagian dari proses pembelajaran yang memberikan penekanan kuat pada
pemecahan masalah sebagai suatu usaha kolaboratif (Richmond & Striley,
1996), yang dilakukan dalam proses pembelajaran dalam periode tertentu (Hung
& Wong, 2000). Blumenfeld et.al. (1991) mendiskripsikan model belajar
berbasis proyek (project-based learning) berpusat pada proses relatif berjangka
waktu, berfokus pada masalah, unit pembelajaran bermakna dengan mengitegrasikan
konsep-konsep dari sejumlah komponen pengetahuan, atau disiplin, atau lapangan
studi.Ketika siswa bekerja di dalam tim, mereka menemukan keterampilan
merencanakan, mengorganisasi, negosiasi, dan membuat konsensus tentang isu-isu
tugas yang akan dikerjakan, siapa yang bertanggungjawab untuk setiap tugas, dan
bagaimana informasi akan dikumpulkan dan disajikan. Keterampilan-keterampilan
yang telah diidentifikasi oleh siswa ini merupakan keterampilan yang amat
penting untuk keberhasilan hidupnya, dan sebagai tenaga kerja merupakan
keterampilan yang amat penting di tempat kerja kelak. Karena hakikat kerja
proyek adalah kolaboratif, maka pengembangan keterampilan tersebut berlangsung
di antara siswa. Di dalam kerja kelompok suatu proyek, kekuatan individu dan
cara belajar yang diacu memperkuat kerja tim sebagai suatu keseluruhan.
MENGAPA PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK?
Herchbach (1999) menegaskan,
sekurang-kurangnya terdapat tiga tantangan yang harus dihadapi agar pendidikan
teknologi terus memainkan peran pendidikan yang signifikan di abad akan datang.
Pertama, dan paling penting, pendidikan teknologi harus berfokus pada bagaimana
yang terbaik dapat melayani pebelajar. Sedikit waktu harus disisihkan untuk
memikirkan tentang teknologi itu sendiri, dan lebih memperhatikan harapan atau
kebutuhan orangtua dan pebelajar dari lapangan dan bagaimana kita dapat
menerjemahkan harapan ini ke dalam program pendidikan teknologi yang konkret
dan dekat dengan kehidupan mereka.Kedua, lingkungan juga harus memberi peluang
pendidikan yang terbaik. Pendidikan teknologi yang terbaik dapat disusun secara
interdisipliner, lingkungan belajar berbasis aktivitas yang memberi peluang
pebelajar menerapkan pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dan
teknologis. Kata-kata interdisipliner dan aktivitas perlu ditekankan.
Barangkali di dalam lapangan atau subject matter yang lain tidak menjadi
tekanan, akan tetapi dalam pendidikan teknologi, interdisipliner dan berbasis
aktivitas itu memberi peluang bagi pebelajar untuk mengintegrasikan pengetahuan
dari lapangan studi lain yang berhubungan. Hal ini juga berarti menempatkan
kegiatan belajar pebelajar di dalam konteks dunia nyata.Ketiga, penting
membangun dukungan di dalam komunitas kependidikan yang lebih besar tentang
pentingnya pendidikan teknologi sebagai bagian bangunan kependidikan.
Pendidikan teknologi adalah komponen integral yang penting di dalam dunia
kependidikan secara menyeluruh.Oleh karena itu, Householder (1999) menegaskan
pendidikan teknologi harus: (1) memperluas landasan intelektual yang
melatarbelakangi desain, manufaktur, konstruksi, komunikasi, transportasi,
engineering, dan arsitektur yang memenuhi ruang teknik-teknik pengendalian alam
dan dunia buatan manusia; (2) menjelaskan secara detail praktik dan body of
technological knowledge agar mudah dikenali dan sebagai basis sumber
perencanaan pembelajaran; (3) menyusun strategi pengembangan kurikulum yang
komprehensif dan unik mengintegrasikan praktik dan pengetahuan dengan pemahaman
kontemporer cara-cara pebelajar memperoleh pengetahuan dan keterampilan; (4)
mengekplorasi perbedaan individual dan kelompok, sehingga program yang tepat
mungkin didesain secara integral dengan kerangka kultural dan individual
mereka; dan (5) mengkaji kontribusi studi di bidang teknologi di dalam dan di
atas masyarakat kontemporer dengan visi yang jelas dan kritis untuk mencapai
kualitas hidup generasi masadepan.Berdasarkan penekanan-penekanan Herchbach,
dan Householder di atas, maka prospek masa depan pendidikan teknologi ini
memunculkan orientasi yang makin kuat pada banyaknya tujuan pendidikan berfokus
pada pengembangan untuk hidup orang dewasa khususnya penyiapan salah satu
aktivitas universisal orang dewasa, yaitu kerja. Kerja, baik digaji maupun
tidak digaji, terjadi di tempat kerja, rumah, dan masyarakat umum. Banyak
kurikulum sekolah didesain untuk menyiapkan orang-orang muda untuk bekerja, dan
seringkali dengan justifikasi subject matter ekonomi.Di sisi lain, sekarang
mulai banyak tempat kerja yang memberlakukan pekerja temporer atau pekerja
kontrak, dan akan lebih banyak pengalaman berhenti dari pekerjaan yang satu dan
ganti pekerjaan lain sebagai bagian dari karier pekerja. Majikan tidak lagi
diikat dengan tuntutan peningkatan karier pekerja, dan tidak akan menanggung
jaminan hari tua, pensiun, dan tunjangan kesehatan (Bjorkquist, 1999). Hal ini
menggambarkan mobilitas pasar kerja yang makin tinggi. Kemampuan diskoveri,
eksplorasi, dan pengembangan kecerdasan menjadi realistis di dalam kelas di
mana teknologi berbasis mesin dan peralatan diajarkan. Banyak pelajaran
teknologi akan penting secara ekonomik dan memperluas kepiawaian individu dalam
kehidupan sehari-hari.Pembelajaran Berbasis Proyek dipandang tepat sebagai satu
model untuk pendidikan teknologi untuk merespon isu-isu peningkatan kualitas
pendidikan teknologi dan perubahan-perubahan besar yang terjadi di dunia kerja.
Project-Based Learning adalah model pembelajaran yang berfokus pada
konsep-konsep dan prinsip-prinsip utama (central) dari suatu disiplin,
melibatkan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan tugas-tugas bermakna
lainya, memberi peluang siswa bekerja secara otonom mengkonstruk belajar mereka
sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya siswa bernilai, dan realistik
(BIE, 2001). Berbeda dengan model-model pembelajaran tradisional yang umumnya
bercirikan praktik kelas yang berdurasi pendek, terisolasi/lepas-lepas, dan aktivitas
pembelajaran berpusat pada guru; model Project-Based Learning menekankan
kegiatan belajar yang relatif berdurasi panjang, holistik-interdisipliner,
perpusat pada siswa, dan terintegrasi dengan praktik dan isu-isu dunia nyata.
ADAPTASI MODEL PROBLEM-BASED LEARNING DALAM PENDIDIKAN MEDIS
Pendekatan Pembelajaran Berbasis
Proyek (project-based learning) ini merupakan adaptasi dari pendekatan
pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) yang awalnya berakar
pada pendidikan medis (kedokteran). Pendidikan medis menaruh perhatian besar
terhadap fenomena praktisi medis muda yang memiliki pengetahuan faktual cukup
tetapi gagal menggunakan pengetahuannya saat menangani pasien sungguhan
(Maxwell, Bellisimo, & Mergendoller, 1999). Setelah melakukan pengkajian
bagaimana tenaga medis dididik, pendidikan medis mengembangkan program
pembelajaran yang men-cemplung-kan siswa ke dalam skenario penanganan pasien
baik simulatif ataupun sungguhan. Proses ini kemudian dikenal sebagai
pendekatan problem-based learning. Kini, problem-based learning diterapkan
secara luas pada pendidikan medis di negara-negara maju.Karakteristik
permasalahan pada pendidikan medis tersebut mirip dengan permasalahan pada
pendidikan teknologi dan kejuruan. Tamatan pendidikan teknologi (dan kejuruan)
belum siap memasuki lapangan kerja atau bahkan gagal di tempat kerja, meskipun
pengetahuan faktual telah cukup diperoleh di sekolah. Berdasarkan pengalaman
pada pendidikan medis, pendekatan problem-based learning diadaptasi menjadi
model project-based learning untuk pendidikan teknologi dan kejuruan, terutama
program kompetensi produktif. Keduanya menekankan lingkungan belajar siswa
aktif, kerja kelompok (kolaboratif), dan teknik evaluasi otentik (authentic
assessment). Perbedaannya terletak pada perbedaan objek. Kalau dalam
problem-based learning pebelajar lebih didorong dalam kegiatan yang memerlukan
perumusan masalah, pengumpulan data, dan analisis data (berhubungan dengan
proses diagnosis pasien); maka dalam project-based learning pebelajar lebih
didorong pada kegiatan desain: merumuskan job, merancang (designing),
mengkalkulasi, melaksanakan pekerjaan, dan mengevaluasi hasil. Seperti
didefinisikan oleh Buck Institute fo Education (1999), bahwa belajar berbasis
proyek memiliki karakteristik: (a) pebelajar membuat keputusan, dan membuat
kerangka kerja, (b) terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan
sebelumnya, (c) pebelajar merancang proses untuk mencapai hasil, (d) pebelajar
bertanggungjawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi yang dikumpulkan,
(e) melakukan evaluasi secara kontinu, (f) pebelajar secara teratur melihat
kembali apa yang mereka kerjakan, (g) hasil akhir berupa produk dan dievaluasi
kualitasnya, dan (i) kelas memiliki atmosfer yang memberi toleransi kesalahan
dan perubahan.Kebalikan dari pendekatan tradisional yang umumnya bercirikan
apprenticeship, ciri khas strategi Pembelajaran Berbasis Proyek bersifat
kolaboratif (Hung & Chen, 2000; Hung & Wong, 2000). Kegiatan
pembelajaran seperti tersebut mendukung proses konstruksi pengetahuan dan
pengembangan kompetensi produktif pebelajar yang secara aktual muncul dalam
bentuk-bentuk keterampilan okupasional/teknikal (technical skills), dan
keterampilan emploiabiliti sebagai pekerja yang baik (employability skills).
Kegiatan ini berbasis pada konteks kehidupan sehari-hari pebelajar, baik fisik
maupun sosial.
DUKUNGAN TEORETIS PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK
Secara teoretik dan konseptual,
pendekatan belajar berbasis proyek ini juga didukung oleh teori aktivitas (Hung
dan Wong, 2000; Activity Theory, [Online]) yang menyatakan bahwa struktur dasar
suatu kegiatan terdiri atas: (a) tujuan yang ingin dicapai dengan (b) subjek
yang berada di dalam konteks (c) suatu masyarakat di mana pekerjaan itu
dilakukan dengan perantaraan (d) alat-alat, (e) peraturan kerja, dan (f)
pembagian tugas (periksa, Gambar 1). Dalam penerapannya di kelas bertumpu pada
kegiatan belajar yang lebih menekankan pada kegiatan aktif dalam bentuk
melakukan sesuatu (doing) daripada kegiatan pasif “menerima” transfer pengetahuan
dari pengajar.
Alat
Subjek Objek Hasil
Aturan Masyarakat Pembagian Tugas
Gambar 1. Proses dalam Teori Aktivitas
Pendekatan pembelajaran berbasis proyek juga didukung teori belajar konstruktivistik. Konstruktivisme adalah teori belajar yang mendapat dukungan luas yang bersandar pada ide bahwa siswa membangun pengetahuannya sendiri di dalam konteks pengalamannya sendiri (Murphy, 1997, [Online]). Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan penciptaan lingkungan belajar yang dapat mendorong siswa mengkonstruk pengetahuan dan keterampilan secara personal. Tatkala pendekatan proyek ini dilakukan dalam modus belajar kolaboratif dalam kelompok kecil siswa, pendekatan ini juga mendapat dukungan teoretik yang bersumber dari konstruktivisme sosial Vygotsky yang memberikan landasan pengembangan kognitif melalui peningkatan intensitas interaksi antarpersonal (Vygotsky, 1978; Davydov, 1995, Moore, 1999). Adanya peluang untuk menyampaikan ide, mendengarkan ide-ide orang lain, dan merefleksikan ide sendiri pada ide-ide orang lain, adalah suatu bentuk pengalaman pemberdayaan individu. Proses interaktif dengan kawan sejawat itu membantu proses konstruksi pengetahuan (meaning-making process). Dalam pandangan ini transaksi sosial memainkan peranan sangat penting dalam pembentukan kognisi (Richmond & Striley, 1996). Proses negosiasi kognitif interpersonal sebagai bentuk dari pengajuan gagasan, debat, dan menerima atau menolak selama proses interaksi dengan kawan sejawat memungkinkan perluasan dan penghalusan pengetahuan dan keterampilan. Dari perspektif teoretik ini, pendekatan belajar berbasis proyek ini memberikan alternatif lingkungan belajar otentik di mana pembelajar dapat membantu memudahkan siswa meningkatkan keterampilan mereka di dalam bekerja dan pemecahan masalah secara kolaboratif. Sebagai pendekatan pembelajaran baru, Pembelajaran Berbasis Proyek potensial berhasil memperbaiki praktik pembelajaran pada pendidikan teknologi (dan kejuruan).Pendekatan belajar berbasis proyek (project-based learning) memiliki potensi yang besar untuk membuat pengalaman belajar yang menarik dan bermakna bagi pebelajar dewasa untuk memasuki lapangan kerja. Menurut pengalaman Gaer (1998), di dalam project-based learning yang diterapkan untuk mengembangkan kompetensi para pekerja perusahaan, peserta pelatihan menjadi lebih aktif di dalam belajar mereka, dan banyak keterampilan tempatkerja yang berhasil dibangun dari proyek di dalam kelasnya, seperti keterampilan membangun tim, membuat keputusan kooperatif, pemecahan masalah kelompok, dan pengelolaan tim. Keterampilan-keterampilan tersebut besar nilainya di tempat kerja dan merupakan keterampilan yang sukar diajarkan melalui pembelajaran tradisional. Hasil penelitian Departemen Pendidikan Amerika Serikat (ED) menunjukkan hal yang sama. Hasil kajian lintas daerah yang dilakukannya menunjukkan bahwa tugas-tugas yang dijalankan dalam bentuk kegiatan yang menantang dan mengesankan pada diri pebelajar memiliki pengaruh positif terhadap motivasi, pemahaman, dan unjuk kerja pebelajar (ED, 1995). Potensi keefektifan belajar berbasis proyek ini juga didukung oleh temuan-temuan penelitian belajar kolaboratif yang terbukti dapat meningkatkan pencapaian prestasi akademik, berpikir tingkat tinggi dan keterampilan berpikir kritis yang lebih baik, kemampuan memandang situasi dari perspektif lain yang lebih baik, pemahaman yang mendalam terhadap bahan belajar, lebih bersikap positif terhadap bidang studi, hubungan yang lebih positif dan suportif dengan kawan sejawat, dan meningkatkan motivasi belajar (Thomas, 2000; Johnson, Johnson, & Stanne, 2000; Kaufman, Felder & Fuller, 2000; Haller, Gallagher, Weldon, & Felder, 2000; Shia, Howard & McGee, 1998; Felder & Brent, 1996).
Alat
Subjek Objek Hasil
Aturan Masyarakat Pembagian Tugas
Gambar 1. Proses dalam Teori Aktivitas
Pendekatan pembelajaran berbasis proyek juga didukung teori belajar konstruktivistik. Konstruktivisme adalah teori belajar yang mendapat dukungan luas yang bersandar pada ide bahwa siswa membangun pengetahuannya sendiri di dalam konteks pengalamannya sendiri (Murphy, 1997, [Online]). Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan penciptaan lingkungan belajar yang dapat mendorong siswa mengkonstruk pengetahuan dan keterampilan secara personal. Tatkala pendekatan proyek ini dilakukan dalam modus belajar kolaboratif dalam kelompok kecil siswa, pendekatan ini juga mendapat dukungan teoretik yang bersumber dari konstruktivisme sosial Vygotsky yang memberikan landasan pengembangan kognitif melalui peningkatan intensitas interaksi antarpersonal (Vygotsky, 1978; Davydov, 1995, Moore, 1999). Adanya peluang untuk menyampaikan ide, mendengarkan ide-ide orang lain, dan merefleksikan ide sendiri pada ide-ide orang lain, adalah suatu bentuk pengalaman pemberdayaan individu. Proses interaktif dengan kawan sejawat itu membantu proses konstruksi pengetahuan (meaning-making process). Dalam pandangan ini transaksi sosial memainkan peranan sangat penting dalam pembentukan kognisi (Richmond & Striley, 1996). Proses negosiasi kognitif interpersonal sebagai bentuk dari pengajuan gagasan, debat, dan menerima atau menolak selama proses interaksi dengan kawan sejawat memungkinkan perluasan dan penghalusan pengetahuan dan keterampilan. Dari perspektif teoretik ini, pendekatan belajar berbasis proyek ini memberikan alternatif lingkungan belajar otentik di mana pembelajar dapat membantu memudahkan siswa meningkatkan keterampilan mereka di dalam bekerja dan pemecahan masalah secara kolaboratif. Sebagai pendekatan pembelajaran baru, Pembelajaran Berbasis Proyek potensial berhasil memperbaiki praktik pembelajaran pada pendidikan teknologi (dan kejuruan).Pendekatan belajar berbasis proyek (project-based learning) memiliki potensi yang besar untuk membuat pengalaman belajar yang menarik dan bermakna bagi pebelajar dewasa untuk memasuki lapangan kerja. Menurut pengalaman Gaer (1998), di dalam project-based learning yang diterapkan untuk mengembangkan kompetensi para pekerja perusahaan, peserta pelatihan menjadi lebih aktif di dalam belajar mereka, dan banyak keterampilan tempatkerja yang berhasil dibangun dari proyek di dalam kelasnya, seperti keterampilan membangun tim, membuat keputusan kooperatif, pemecahan masalah kelompok, dan pengelolaan tim. Keterampilan-keterampilan tersebut besar nilainya di tempat kerja dan merupakan keterampilan yang sukar diajarkan melalui pembelajaran tradisional. Hasil penelitian Departemen Pendidikan Amerika Serikat (ED) menunjukkan hal yang sama. Hasil kajian lintas daerah yang dilakukannya menunjukkan bahwa tugas-tugas yang dijalankan dalam bentuk kegiatan yang menantang dan mengesankan pada diri pebelajar memiliki pengaruh positif terhadap motivasi, pemahaman, dan unjuk kerja pebelajar (ED, 1995). Potensi keefektifan belajar berbasis proyek ini juga didukung oleh temuan-temuan penelitian belajar kolaboratif yang terbukti dapat meningkatkan pencapaian prestasi akademik, berpikir tingkat tinggi dan keterampilan berpikir kritis yang lebih baik, kemampuan memandang situasi dari perspektif lain yang lebih baik, pemahaman yang mendalam terhadap bahan belajar, lebih bersikap positif terhadap bidang studi, hubungan yang lebih positif dan suportif dengan kawan sejawat, dan meningkatkan motivasi belajar (Thomas, 2000; Johnson, Johnson, & Stanne, 2000; Kaufman, Felder & Fuller, 2000; Haller, Gallagher, Weldon, & Felder, 2000; Shia, Howard & McGee, 1998; Felder & Brent, 1996).
KONSEP DAN KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK
Pembelajaran berbasis proyek
(project-based learning) adalah sebuah model atau pendekatan pembelajaran yang
inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang
kompleks (CORD, 2001; Thomas, Mergendoller, & Michaelson, 1999; Moss,
Van-Duzer, Carol, 1998). Fokus pembelajaran terletak pada konsep-konsep dan
prinsip-prinsip inti dari suatu disiplin studi, melibatkan pebelajar dalam
investigasi pemecahan masalah dan kegiatan tugas-tugas bermakna yang lain,
memberi kesempatan pebelajar bekerja secara otonom mengkonstruk pengetahuan
mereka sendiri, dan mencapai puncaknya menghasilkan produk nyata (Thomas,
2000).Biasanya memerlukan beberapa tahapan dan beberapa durasi — tidak sekedar
merupakan rangkaian pertemuan kelas— serta belajar kelompok kolaboratif. Proyek
memfokuskan pada pengembangan produk atau unjuk kerja (performance), yang
secara umum pebelajar melakukan kegiatan: mengorganisasi kegiatan belajar
kelompok mereka, melakukan pengkajian atau penelitian, memecahkan masalah, dan
mensintesis informasi. Proyek seringkali bersifat interdisipliner. Misalnya,
suatu proyek merancang draft untuk bangunan struktur (konstruksi bangunan
tertentu) melibatkan pebelajar dalam kegiatan investigasi pengaruh lingkungan,
pembuatan dokumen proses pembangunan, dan mengembangkan lembar kerja, yang akan
meliputi penggunaan konsep dan keterampilan yang digambarkan dari matakuliah
matematika, drafting dan/atau desain, lingkungan dan kesehatan kerja, dan
mungkin perdagangan bahan dan bangunan. Menurut Alamaki (1999, Online), proyek
selain dilakukan secara kolaboratif juga harus bersifat inovatif, unik, dan
berfokus pada pemecahan masalah yang berhubungan dengan kehidupan pebelajar
atau kebutuhan masyarakat atau industri lokal.Pembelajaran Berbasis Proyek
memiliki potensi yang amat besar untuk membuat pengalaman belajar yang lebih
menarik dan bermakna untuk pebelajar usia dewasa, seperti siswa, apakah mereka
sedang belajar di perguruan tinggi maupun pelatihan transisional untuk memasuki
lapangan kerja (Gaer, 1998). Di dalam Pembelajaran Berbasis Proyek, pebelajar
menjadi terdorong lebih aktif di dalam belajar mereka, instruktur berposisi di
belakang dan pebelajar berinisiatif, instruktur memberi kemudahan dan
mengevaluasi proyek baik kebermaknaannya maupun penerapannya untuk kehidupan
mereka sehari-hari. Produk yang dibuat pebelajar selama proyek memberikan hasil
yang secara otentik dapat diukur oleh guru atau instruktur di dalam
pembelajarannya. Oleh karena itu, di dalam Pembelajaran Berbasis Proyek, guru
atau instruktur tidak lebih aktif dan melatih secara langsung, akan tetapi
instruktur menjadi pendamping, fasilitator, dan memahami pikiran
pebelajar.Proyek pebelajar dapat disiapkan dalam kolaborasi dengan instruktur
tunggal atau instruktur ganda, sedangkan pebelajar belajar di dalam kelompok
kolaboratif antara 4—5 orang. Ketika pebelajar bekerja di dalam tim, mereka
menemukan keterampilan merencanakan, mengorganisasi, negosiasi, dan membuat
konsensus tentang isu-isu tugas yang akan dikerjakan, siapa yang
bertanggungjawab untuk setiap tugas, dan bagaimana informasi akan dikumpulkan
dan disajikan. Keterampilan-keterampilan yang telah diidentifikasi oleh
pebelajar ini merupakan keterampilan yang amat penting untuk keberhasilan
hidupnya, dan sebagai tenaga kerja merupakan keterampilan yang amat penting di
tempat kerja. Karena hakikat kerja proyek adalah kolaboratif, maka pengembangan
keterampilan tersebut berlangsung di antara pebelajar. Di dalam kerja kelompok
suatu proyek, kekuatan individu dan cara belajar yang diacu memperkuat kerja
tim sebagai suatu keseluruhan.Oakey (1998) mempertegas konsep dan karakteristik
project-based learning dengan membedakannya dengan problem based learning yang
seringkali saling dipertukarkan dalam penggunaan istilah ini. Istilah
project-based learning dan problem-based larning masing-masing digunakan untuk
menyatakan strategi pembelajaran. Kemiripan konsep kedua pendekatan
pembelajaran itu, dan penggunaan singkatan yang sama, PBL, menghasilkan
kerancuan di dalam leteratur dan penelitian (lihat juga Thomas, 2000), meskipun
sebenarnya di antara keduanya berbeda.Project-based learning dan problem-based
learning memiliki beberapa kesamaan karakteristik. Keduanya adalah strategi
pembelajaran yang dimaksudkan untuk melibatkan pebelajar di dalam tugas-tugas
otentik dan dunia nyata agar dapat memperluas belajar mereka. Pebelajar diberi
tugas proyek atau problem yang open-ended dengan lebih dari satu pendekatan
atau jawaban, yang mensimulasikan situasi profesional. Kedua pendekatan ini juga
didefinisikan sebagai student-centered, dan menempatkan peranan guru sebagai
fasilitator. Pebelajar dilibatkan dalam project- atau problem- based learning
yang secara umum bekerja di dalam kelompok secara kolaboratif, dan didorong
mencari berbagai sumber informasi yang berhubungan dengan proyek atau problem
yang dikerjakan. Pendekatan ini menekankan pengukuran hasil belajar otentik dan
dengan basis unjuk kerja (performance-based assessment).Meskipun banyak
kemiripan, project- dan problem-based learning bukan pendekatan yang identik.
Project-based learning secara khusus dimulai dengan produk akhir atau
“artifact”di dalam pikiran, produksi tentang sesuatu yang memerlukan
keterampilan atau pengetahuan isi tertentu yang secara khusus mengajukan satu
atau lebih problem yang harus dipecahkan oleh pebelajar. Pendekatan
pembelajaran berbasis proyek menggunakan model produksi: Pertama, pebelajar
menetapkan tujuan untuk pembuatan produk akhir dan mengidentifikasi audien
mereka. Mereka mengkaji topik mereka, mendesain produk, dan membuat perencanaan
manajemen proyek. Pebelajar kemudian memulai proyek, memecahkan masalah dan
isu-isu yang timbul dalam produksi, dan menyelesaikan produk mereka. Pebelajar
mungkin menggunakan atau menyajikan produk yang mereka buat, dan idealnya
mereka diberi waktu untuk mengevaluasi hasil kerja mereka (Moursund,
Bielefeldt, & Underwood, 1997; Oakey, 1998). Proses belajarnya berlangsung
otentik, mencerminkan kegiatan produksi dunia nyata, dan konstruktivistik,
menggunakan pendekatan dan ide-ide pebelajar untuk menyelesaikan tugas yang
mereka tangani.Tidak semua kegiatan belajar aktif dan melibatkan proyek dapat
disebut Pembelajaran Berbasis Proyek. Berangkat dari pertanyaan “apa yang harus
dimiliki proyek agar dapat digolongkan sebagai Pembelajaran Berbasis Proyek,”
dan keunikan Pembelajaran Berbasis Proyek yang ditemukan dari sejumlah
leteratur dan hasil penelitian, Thomas (2000) menetapkan lima kriteria apakah
suatu pembelajaran berproyek termasuk sebagai Pembelajaran Berbasis Proyek.
Lima kriteria itu adalah keterpusatan (centrality), berfokus pada pertanyaan
atau masalah, investigasi konstruktif atau desain, otonomi pebelajar, dan
realisme.Proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek adalah pusat atau inti
kurikulum, bukan pelengkap kurikulum. Di dalam Pembelajaran Berbasis Proyek,
proyek adalah strategi pembelajaran; pebelajar mengalami dan belajar
konsep-konsep inti suatu disiplin ilmu melalui proyek. Ada kerja proyek yang
mengikuti pembelajaran tradisional dengan cara proyek tersebut memberi
ilustrasi, contoh, praktik tambahan, atau aplikasi praktik yang diajarkan
sebelumnya dengan maksud lain. Akan tetapi, menurut kriteria di atas, aplikasi
proyek tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai Pembelajaran Berbasis Proyek.
Kegiatan proyek yang dimaksudkan untuk pengayaan di luar kurikulum juga tidak
termasuk Pembelajaran Berbasis Proyek.Proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek
adalah terfokus pada pertanyaan atau masalah, yang mendorong pebelajar
menjalani (dengan kerja keras) konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti atau
pokok dari disiplin. Kriteria ini sangat halus dan agak susah diraba. Difinisi
proyek (bagi pebelajar) harus dibuat sedemikian rupa agar terjalin hubungan
antara aktivitas dan pengetahuan konseptual yang melatarinya yang diharapkan
dapat berkembang menjadi lebih luas dan mendalam (Baron, Schwartz, Vye, Moore,
Petrosino, Zech, Bransford, & The Cognition and Technology Group at
Vanderbilt, 1998). Biasanya dilakukan dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan
atau ill-defined problem (Thomas, 2000). Proyek dalam Pembelajaran Berbasis
Proyek mungkin dibangun di sekitar unit tematik, atau gabungan (intersection)
topik-topik dari dua atau lebih disiplin, tetapi itu belum sepenuhnya dapat
dikatakan sebuah proyek. Pertanyaan-pertanyaan yang mengejar pebelajar, sepadan
dengan aktivitas, produk, dan unjuk kerja yang mengisi waktu mereka, harus
digubah (orchestrated) dalam tugas yang bertujuan intelektual (Blumenfeld, et
al., 1991).Proyek melibatkan pebelajar dalam investigasi konstruktif. Investigasi
mungkin berupa proses desain, pengambilan keputusan, penemuan masalah,
pemecahan masalah, diskoveri, atau proses pembangunan model. Akan tetapi, agar
dapat disebut proyek memenuhi kriteria Pembelajaran Berbasis Proyek, aktivitas
inti dari proyek itu harus meliputi transformasi dan konstruksi pengetahuan
(dengan pengertian: pemahaman baru, atau keterampilan baru) pada pihak
pebelajar (Bereiter & Scardamalia, 1999). Jika pusat atau inti kegiatan
proyek tidak menyajikan “tingkat kesulitan” bagi anak, atau dapat dilakukan
dengan penerapan informasi atau keterampilan yang siap dipelajari, proyek yang
dimaksud adalah tak lebih dari sebuah latihan, dan bukan proyek Pembelajaran
Berbasis Proyek yang dimaksud. Membersihkan peralatan laboratorium mungkin
sebuah proyek, akan tetapi mungkin bukan proyek dalam Pembelajaran Berbasis
Proyek.Proyek mendorong pebelajar sampai pada tingkat yang signifikan. Proyek
dalam Pembelajaran Berbasis Proyek bukanlah ciptaan guru, tertuliskan dalam
naskah, atau terpaketkan. Latihan laboratorium bukanlah contoh Pembelajaran
Berbasis Proyek, kecuali jika berfokus pada masalah dan merupakan inti pada
kurikulum. Proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek tidak berakhir pada hasil
yang telah ditetapkan sebelumnya atau mengambil jalur (prosedur) yang telah
ditetapkan sebelumnya. Proyek Pembelajaran Berbasis Proyek lebih mengutamakan
otonomi, pilihan, waktu kerja yang tidak bersifat rigid, dan tanggung jawab
pebelajar daripada proyek trandisional dan pembelajaran tradisoonal.Proyek
adalah realistik. Karakteristik proyek memberikan keontentikan pada pebelajar.
Karakteristik ini boleh jadi meliputi topik, tugas, peranan yang dimainkan
pebelajar, konteks dimana kerja proyek dilakukan, kolaborator yang bekerja
dengan pebelajar dalam proyek, produk yang dihasilkan, audien bagi
produk-produk proyek, atau kriteria di mana produk-produk atau unjuk kerja
dinilai. Pembelajaran Berbasis Proyek melibatkan tantangan-tantangan kehidupan
nyata, berfokus pada pertanyaan atau masalah otentik (bukan simulatif), dan
pemecahannya berpotensi untuk diterapkan di lapangan yang
sesungguhnya.Pembelajaran berbasis proyek bisa menjadi bersifat revolusioner di
dalam isu pembaruan pembelajaran. Proyek dapat mengubah hakikat hubungan antara
guru dan pebelajar. Proyek dapat mereduksi kompetisi di dalam kelas dan
mengarahkan pebelajar lebih kolaboratif daripada kerja sendiri-sendiri. Proyek
juga dapat menggeser fokus pembelajaran dari mengingat fakta ke eksplorasi ide.
Beberapa aspek yang membedakan pembelajaran Berbasis Proyek dengan pembelajaran
tradisional dideskripsikan oleh Thomas, Mergendoller, & Michaelson (1999)
sebagaimana dalam Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Perbedaan Pembelajaran Berbasis Proyek dan Pembelajaran Tradisional
Tabel 2 Perbedaan Pembelajaran Berbasis Proyek dan Pembelajaran Tradisional
ASPEK PENDIDIKAN PENEKANAN
TRADISIONAL PENEKANAN BERBASIS PROYEK
Fokus kurikulum Cakupan isi Kedalaan
pemahamanPengetahuan tentang fakta-fakta Penguasaan konsep-konsep dan
prinsip-prinsipBelajar keterampilan “building-block” dalam isolasi Pengembangan
keterampilan pemecahan masalah kompleksLingkup dan Urutan Mengikuti urutan
kurikulum secara ketat Mengikuti minat pebelajarBerjalan dari blok ke blok atau
unit ke unit Unit-unit besar terbentuk dari problem Dan isu yang
kompleksMemusat, fokus berbasis disiplin Meluas, fokus interdisiplinerPeranan
guru Penceramah dan direktur pembelajaran Penyedia sumber belajar dan
partisipan di dalam kegiatan belajarAhli Pembimbing/partnerFokus pengukuran
Produk Proses dan produkSkor tes Pencapaian yang nyataMembandingkan dengan yang
lain Unjuk kerja standard dan kemajuan dari waktu ke waktuReproduksi informasi
Demonstrasi pemahamanBahan-bahan Pembelajaran Teks, ceramah, Dan presentasi
Langsung sumber-sumber asli: bahan-bahan tersectak, interviu, dokumen,
dll.Kegiatan dan lembar latihan dikembangkan guru Data dan bahan dikembangkan
oleh pebelajarPenggunaan teknologi Penyokong, periferal Utama,
integralDijalankan guru Diarahkan pebelajarKegunaan untuk perluasan presentasi
guru Kegunaan untuk memperluas presentasi pebelajar atau penguatan kemampuan
pebelajarKonteks kelas Pebelajar bekerja sendiri Pebelajar bekerja dalam
kelompokPebelajar kompetisi satu dengan lainnya Pebelajar kolaboratif satu
dengan lainnyaPebelajar menerima informasi dari guru Pebelajar mengkonstruksi,
berkontribusi, dan melakukan sintesis informasiPeranan pebelajar Menjalankan
perintah guru Melakukan kegiatan belajar yang diarahkan oleh diri
sendiriPengingat dan pengulang fakta Pengkaji, integrator, dan penyaji
idePembelajar menerima dan menyelesaikan tugas-tugas laporan pendek Pebelajar
menentukan tugas mereka sendiri Dan bekerja secara independen dalam waktu yang
besarTujuan jangka pendek Pengetahuan tentang fakta, istilah, dan isi Pemahaman
dan aplikasi ide dan proses yang kompleksTujuan jangka panjang Luas pengetahuan
Dalam pengetahuanLulusan yang memiliki pengetahuan yang berhasil pada tes
standard pencapaian belajar Lulusan yang berwatak dan terampil mengembangkan
diri, mandiri, dan belajar sepanjang hanyat.
KEUNTUNGAN PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK
Moursund, Bielefeldt, &
Underwood (1997) meneliti sejumlah artikel tentang proyek di kelas yang dapat
dipertimbangkan sebagai bahan testimonial terhadap guru, terutama bagaimana
guru menggunakan proyek dan persepsi mereka tentang bagaimana keberhasilannya.
Atribut keuntungan dari Belajar Berbasis Proyek adalah sebagai berikut:1.
Meningkatkan motivasi. Laporan-laporan tertulis tentang proyek itu banyak yang
mengatakan bahwa siswa suka tekun sampai kelewat batas waktu, berusaha keras
dalam mencapai proyek. Guru juga melaporkan pengembangan dalam kehadiran dan
berkurangnya keterlambatan. Siswa melaporkan bahwa belajar dalam proyek lebih
fun daripada komponen kurikulum yang lain.2. Meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah. Penelitian pada pengembangan keterampilan kognitif tingkat tinggi
siswa menekankan perlunya bagi siswa untuk terlibat di dalam tugas-tugas
pemecahan masalah dan perlunya untuk pembelajaran khusus pada bagaimana
menemukan dan memecahkan masalah. Banyak sumber yang mendiskripsikan lingkungan
belajar berbasis proyek membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil
memecahkan problem-problem yang kompleks.3. Meningkatkan kolaborasi. Pentingnya
kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa mengembangkan dan mempraktikkan
keterampilan komunikasi ( Johnson & Johnson, 1989). Kelompok kerja
kooperatif, evaluasi siswa, pertukaran informasi online adalah aspek-aspek
kolaboratif dari sebuah proyek. Teori-teori kognitif yang baru dan
konstruktivistik menegaskan bahwa belajar adalah fenomena sosial, dan bahwa
siswa akan belajar lebih di dalam lingkungan kolaboratif (Vygotsky, 1978;
Davidov, 1995).4. Meningkatkan keterampilan mengelola sumber. Bagian dari
menjadi siswa yang independen adalah bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugas
yang kompleks. Pembelajaran Berbais Proyek yang diimplementasikan secara baik
memberikan kepada siswa pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek,
dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk
menyelesaikan tugas.
SIMPULAN
Memperhatikan karaktristik
Pembelajaran Berbasis Proyek, dukungan teoretik, dan reviu testimonial, maka
model ini bisa menjadi komponen yang well-established dalam sistem pendidikan
kita. Model Pembelajaran Berbasis Proyek adalah penggerak yang unggul untuk
membatu siswa belajar melakukan tugas-tugas otentik dan multidisipliner, mengelola
bujet, menggunakan sumber-sumber yang terbatas secara efektif, dan bekerja
dengan orang lain. Ada bukti langsung maupun tidak langsung, baik dari guru
maupun siswa, bahwa Pembelajaran Berbasis Proyek menguntungkan dan efektif
sebagai metode pembelajaran. Yang lebih penting, ada beberapa bukti bahwa
Pembelajaran Berbasis Proyek, dibandingkan dengan metode pembelajaran yang
lain, memiliki nilai tinggi dalam peningkata kualitas belajar siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Alamaki, A. 1999. Current Trends in
Technology Education in Finland. The Journal of Technology Studies. Available
on: Digital Library and Archives.
Barron, B.J., Schwartz, D.L., Vey,
N.J., Moore, A., Petrosino, A., Zech, L., Bransford, J. D., & The Cognition
and Technology Group at Vanderbilt. 1998. Doing with Understnading: Lessons
from Research on Problem- and Project-Based Learning. The Journal of the
Learning Science, 7, 271—311.Bereiter, C., & Scardamalia, M. 1999. Process
and Product in PBL Research. Toronto: University of Toronto.Bjorkquist, D. 1999.
Learner-Centered Education in Technology. Dalam Technology Education in
Prospect: Perceptions, Change, and the Survival of the Profession. The Journal
of Technology Studies. Digital Library and Archives.Blumenfeld, P.C., E.
Soloway, R.W. Marx, J.S. Krajcik, M. Guzdial, and A. Palincsar. 1991.
Motivating Project-Based Learning: Sustaining the Doing, Supporting the
Learning. Educational Psychologist, 26(3&4), 369—398.Buck Institutute for
Education. 1999. Project-Based Learning. http://www.bgsu.edu/organizations/etl/proj.html.CORD,
2001. Contextual Learning Resource. http://www.cord.org/lev2.cfm/65.Davydov,
V.V. 1995. The Influence of L.S. Vygotsky on Education Theory, Research, and
Practice. Educational Researcher, 24(3), 12—21.ED (U.S. Departmen of Education)
1995. Technology and Education Reform: Technical Research Report, Volume 1:
Findings and Conclusions. Capter 1.
http:www.ed.gov/pubs/SER/Technology/ch1.html.Felder , R.M. & Brent, R.
1996. Navigating the Bumpy Road to Student-Centered Instruction. College
Teaching, 44, 43—47.Gaer, S. 1998. What is Project-Based Learning?
http://members.aol.com/CulebraMom/pblprt.html.Haller, C.R., Gallagher, V.J.,
& Weldon, T.L., Felder, R.M. 2000. Dynamics of Peer Education in
Cooperative Learning Workgroups. Journal of Engineering Education, 89(3),
285—293.
http://www2.ncsu.edu/unity/lochers/users/f/felder/public/Papers/Hallerpap.pdf.Herschbach,
D.R.1999. Looking Past 2000. Dalam Technology Education in Prospect:
Perceptions, Change, and the Survival of the Profession. The Journal of
Technology Studies. Digital Library and Archives.Householder, D.L. 1999. View
in Technology Education in Prospect: Perceptions, Change, and the Survival of
the Profession. The Journal of Technology Studies. Digital Library and
Archives.Hung, D.W., & Chen, D.T. 2000. Appropriating and Negotiating
Knowledge. Educational Technology, 40(3), 29—32.Hung, D.W., & Wong, A.F.L.
2000. Activity Theory as a Framework fo Project Work in Learning Environments.
Educational Technology, 40(2), 33—37.Johnson, D.W., & Johnson, R.T. 1989.
Social Skills for Successful Gorup Work. Educational Leadership, 47(4),
29—33.Johnson, D.W., Johnson, R.T. & Stanne, 2000. Cooperative Learning
Methods: A Meta-Analysis. http://www.clcrc.com/pages/cl-methods.html.Kaufman,
D.B., Felder, R.M. & Fuller, H. 2000. Accounting for Individual Effort in
Cooperative Learning Teams. Journal of Engineering Education, 89(2), 133—140.
Available on:
http://www.ncsu.edu/unity/lochers/users/f/felder/public/RMF.html.Marzano, R.J.
1992. A Different Kind of Classroom: Teaching with Dimensions of Learning.
Verginia: ASCD.Maxwell, N.L., Bellisimo, Y. & Mergendoller, J. 1999.
Problem-Based Learning: Modifying the Medical School Model for Teaching High
School Economics. http://www.bie.org/pbl/overview/diffstraditional.html.Mergendoller,
J.R., & Thomas, J.W. 2000. Managing Project Based Learning: Principles from
the Field. Novato, CA: Buck Institute for Education.Moore, D. 1999. Toward a
Theory of Work-Based Learning. IEE Brief, 23 (January) [Online].Moss, D, &
Van Duzer, C. 1998. Project-Based Learning for Adult English Language Learners.
ERIC Digest, ED427556.
http://www.ed.gov/database/ERIC-Digests/ed427556/html.Moursund, D., Bielefeldt,
T., Ricketts, R., & Underwood, S. 1995. Effect Practice: Computer Technology
in Education. Eugene, OR: ISTE.Myers, R.J., & Botti, J.A. 2000. Exploring
the Environment: Problem-Based Learning in Action. http:
www.cet.edu/research/conference.html.Oakey, J. 1998. Project-Based and
Problem-Based: The Same or Different? http://pblmm.k12.us/PBLGuide/PBL&PBL.htmlRichmond,
G., & Striley, J. 1996. Making Meaning in Classrooms: Social Processes in
Small-Group Discourse and Scientific Knowledge Building. Journal of Research in
Science Teaching, 33(8), 839—858.Rodriguez, H. 1998. Activity Theory and
Cognitive Science. http://www.acm.org.Shia, R.M., Howard, B.C., & McGee, S.
1998. Metacognition, Multiple Intelligence and Cooperative Learning.
http://www.cet.edu/research/student.html.Thomas, J.W. 2000. A Review od
Research on Project-Based Learning. California: The Autodesk Foundation.
Available on: http://www.autodesk.com/foundation.Thomas, J.W., Margendoller,
J.R., & Michaelson, A. 1999. Project-Based Learning: A. Handbook for Middle
and High School Teachers. http://www.bgsu.edu/organizations/ctl/proj.html.Trilling,
B., & Hood, P. 1999. Learning, Technology, and Education Reform in the
Knowledge Age, or “We’re Wired, Webbed, and Windowed, Now What?”. Educational
Technology, Mey-Juni, 5—18.Vygotsky, L.S. 1978. Mind in Scciety. Cambridge, MA:
Harvard University Press.
0 komentar:
Posting Komentar