Taman Bumi, Siasat Budaya Menjaga Toba

Taman Bumi, Siasat Budaya Menjaga Toba

KOMPAS IMAGES/FIKRIA HIDAYAT Danau Toba terlihat dari Parapat, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Senin (25/7/2011). Danau Toba adalah danau terbesar di Indonesia. Danau hasil volcano tektonik terbesar di dunia, dengan panjang danau 87 kilometer dan lebar 27 kilometer, terbentuk dari letusan gunung berapi raksasa (supervolcano) yang terjadi sekitar 75 ribu tahun lalu.

Oleh Ahmad Arif
Taman bumi merupakan pengakuan UNESCO atas bentang alam terpilih. Danau Toba di Sumatera Utara, kini dalam daftar yang akan diusulkan, setelah Kaldera Batur di Bali diakui dunia. Namun, taman bumi sebenarnya proses. Tujuan akhirnya menjaga mutu alam Toba dan kemakmuran masyarakatnya.

Setelah Kaldera Batur ditetapkan sebagai anggota Jaringan Taman Bumi Global (Global Geopark Network) oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada 20 September 2012, Pemerintah Indonesia seperti demam taman bumi atau geopark.

Menurut situs resmi UNESCO, sejak 1999 hingga Maret 2014, taman bumi di dunia terdapat di 100 lokasi di 32 negara. Indonesia baru memiliki satu taman bumi yang diakui UNESCO sejak 2012, yaitu Batur Global Geopark (BGG), taman bumi kedua di Asia Tenggara setelah Langkawi di Malaysia.

Taman bumi merupakan konsep konservasi kawasan yang digagas UNESCO di bawah koordinasi The International Network of Geoparks (INoG). Kawasan dikonservasi untuk alasan geologi, nilai arkeologi, ekologi, ataupun budayanya.

Kini, sejumlah kawasan di Indonesia diusulkan mendapat pengakuan serupa. Tahun ini yang diusulkan adalah hutan fosil Merangin (Jambi), Gunung Sewu (Jawa Timur) dan tahun berikut diusulkan Danau Toba. Sebelumnya, Toba ditetapkan sebagai Taman Bumi Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, beberapa bulan lalu.

Tak seorang pun bisa mengingkari, Nusantara diberkahi sederet bentang alam menawan. Para penjelajah dan penjajah dari Barat telah lama mengakui keelokan alam Nusantara itu dengan menyematkan berbagai istilah seperti ”mooi indie” hingga zamrud khatulistiwa. Selain pemandangannya, bentang alam itu punya riwayat menarik dan kaya dengan keragaman budaya.

Namun, belajar dari Geopark Batur, penetapan oleh UNESCO tak membawa dampak berarti. Bahkan penambangan batuan lava dan pasir, yang merupakan kekhasan Kaldera Batur, sulit diatasi.

”Kita sering salah memahami geopark sebagai tujuan akhir, sehingga begitu suatu kawasan ditetapkan sebagai geopark, mengira otomatis akan dapat untung banyak. Tak ada dana yang digelontorkan UNESCO terhadap geopark. Mereka hanya memasukkan bentang alam kita dalam jaringan global,” kata Indyo Pratomo, geolog dari Museum Geologi-Bandung.

Taman bumi, menurut Indyo, merupakan proses agar kita lebih menjaga alam. ”Perusakan kawasan yang telah ditetapkan sebagai Geopark Global justru bisa jadi kampanye negatif. ”Bayangkan, jika ada turis datang dari negara lain karena mendapat informasi dari UNESCO soal keindahan Kaldera Batur, lalu saat di sana dia menemukan bentang alam yang dirusak,” kata dia.

Karena itu, rencana mengusulkan Kaldera Toba sebagai Geopark Global, harus diikuti penyiapan masyarakat. Hal terpenting dari taman bumi adalah, membangun kesiapan rakyat untuk terlibat aktif menggali kekayaan budaya, menjaga alam, dan mempromosikan Kaldera Toba. ”Kalau dari segi keunikan bentang alam geologinya, Toba tak perlu diragukan lagi. Namun, bagaimana dengan manusianya?” kata Indyo.

Alam dan budaya

Dengan panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer, Toba merupakan danau vulkanik terluas di dunia. Danau itu terbentuk dari letusan raksasa (supervolcano) sekitar 74.000 tahun lampau. Dampak letusan gunung api terkuat dalam 2 juta tahun terakhir ini disebut banyak ahli nyaris menamatkan umat manusia, salah satunya oleh antropolog Stanley H Ambrose dari University of Illinois.

Letusan hebat itu juga mengosongkan dapur magma di perut Toba. Kubah gunung itu runtuh, menciptakan lubang dalam. Batuan lalu menutup lubang itu di dasar dan tebing pejal mengelilinginya, menjebak air hujan. Danau Toba pun terbentuk.

Namun, magma yang tersisa di bawah Danau Toba mendesak naik perlahan, mendorong bebatuan padat yang menyumbat jalan ke atas. Melalui proses ribuan tahun, penyumbat itu terdorong ke atas. Penyumbat itulah Pulau Samosir.

Bukti-bukti pengangkatan Pulau Samosir itu tercetak pada fosil ganggang (diatomae) yang bisa ditemui nyaris di seluruh pulau itu. Bebatuan di tepi Danau Sidihoni, danau di atas danau di ketinggian 1.314 mdpl atau 919 meter dari ketinggian permukaan Danau Toba, juga mengandung lapisan endapan yang menguatkan dugaan Samosir pernah ada di dasar kaldera.

”Riwayat geologi Toba yang ajaib dan keindahan bentang alam luar biasa itu tak ada artinya kalau warga sekitar tak paham dan merusaknya,” kata Indyo. Setelah ditetapkan sebagai taman bumi nasional, pengembangan ekonomi kawasan itu harus lebih ramah lingkungan.

Sebagai bentang alam kaya sumber daya, Toba lama dipadati penduduk. Sebagaimana juga dialami bentang alam lain di Nusantara, tantangan terbesar Toba adalah dominannya pendekatan pembangunan ekstraktif. ”Penurunan mutu lingkungan Toba jadi masalah utama danau ini,” kata Mangaliat Simarmata, Ketua Earth Society for Danau Toba.

Pembabatan hutan terus dilakukan. Sisa vegetasi sekitar Toba, menurut Badan Lingkungan Hidup Sumut, tinggal 12 persen. Kerusakan ekologi sekitar Toba terjadi seiring penurunan mutu air danau. Bahkan, air Danau Toba tak layak konsumsi karena pencemaran limbah domestik, perikanan berupa keramba jaring apung dan limbah peternakan.

Upaya menjadikan Toba sebagai Taman Bumi Global harus jadi titik balik memahami danau itu. Jika warga memahami Toba lebih baik, kesadaran menjaga lingkungan akan menguat. ”Kedahsyatan Toba sudah dikenal para geolog atau vulkanolog luar negeri, tetapi belum banyak dimengerti masyarakat kita. Tantangan kini adalah menarasikan Toba agar dimengerti masyarakat,” kata Irwansyah Harahap, antropolog dari Universitas Sumatera Utara, yang turut aktif berkampanye konservasi alam dan budaya Toba.

Keberadaan taman bumi juga bisa menjadi titik balik untuk lebih memahami dan menghargai kebudayaan yang ribuan tahun berkembang di Toba. Jadi, taman bumi bisa menjadi strategi kebudayaan demi menghidupkan lagi kesadaran masyarakat Toba agar menjaga kekayaan alam dan budaya yang terabaikan. (KOMPAS.com)
SHARE

Milan Tomic

Hi. I’m Designer of Blog Magic. I’m CEO/Founder of ThemeXpose. I’m Creative Art Director, Web Designer, UI/UX Designer, Interaction Designer, Industrial Designer, Web Developer, Business Enthusiast, StartUp Enthusiast, Speaker, Writer and Photographer. Inspired to make things looks better.

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

Translate