Pendapat umum menyatakan bahwa keterampilan berpikir yang efektif
merupakan suatu karakteristik yang dianggap penting oleh sekolah pada
setiap jenjangnya, meskipun keterampilan berpikir seperti ini jarang
diajarkan oleh guru di kelas. Mengajarkan keterampilan berpikir secara
eksplisit dan memadukannya dengan materi pembelajaran (kurikulum) dapat
membantu para siswa untuk menjadi pemikir yang kritis dan kreatif secara
efektif. Artikel ini mencoba menjabarkan definisi keterampilan
berpikir, menjelaskan bagaimana seharusnya keterampilan berpikir
tersebut diajarkan di sekolah, dan menunjukkan bagaimana keterampilan
berpikir tersebut diterapkan pada pembelajaran di sekolah.
Definisi Keterampilan Berpikir
Keterampilan berpikir dapat didefinisikan sebagai proses
kognitif yang dipecah-pecah ke dalam langkah-langkah nyata yang kemudian
digunakan sebagai pedoman berpikir. Satu contoh keterampilan berpikir
adalah menarik kesimpulan (inferring), yang didefinisikan sebagai kemampuan untuk menghubungkan berbagai petunjuk (clue)
dan fakta atau informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki untuk
membuat suatu prediksi hasil akhir yang terumuskan. Untuk mengajarkan
keterampilan berpikir menarik kesimpulan tersebut, pertama-tama proses
kognitif inferring harus dipecah ke dalam langkah-langkah sebagai
berikut: (a) mengidentifikasi pertanyaan atau fokus kesimpulan yang
akan dibuat, (b) mengidentifikasi fakta yang diketahui, (c)
mengidentifikasi pengetahuan yang relevan yang telah diketahui
sebelumnya, dan (d) membuat perumusan prediksi hasil akhir.
Terdapat tiga istilah yang berkaitan dengan keterampilan berpikir, yang sebenarnya cukup berbeda; yaitu berpikir tingkat tinggi (high level thinking), berpikir kompleks (complex thinking), dan berpikir kritis (critical thinking). Berpikir tingkat tinggi adalah operasi kognitif yang banyak dibutuhkan pada proses-proses berpikir yang terjadi dalam short-term memory. Jika dikaitkan dengan taksonomi Bloom, berpikir tingkat tinggi meliputi evaluasi, sintesis, dan analisis. Berpikir kompleks adalah proses kognitif yang melibatkan banyak tahapan atau bagian-bagian. Berpikir kritis
merupakan salah satu jenis berpikir yang konvergen, yaitu menuju ke
satu titik. Lawan dari berpikir kritis adalah berpikir kreatif, yaitu
jenis berpikir divergen, yang bersifat menyebar dari suatu titik.
Dalam makalahnya Andrew P. Jhonson (The Educational Resources Information Center (ERIC), 2002) memberikan
contoh 10 keterampilan berpikir kritis dan 8 keterampilan berpikir
kreatif beserta kerangka berpikirnya. Yang dimaksud dengan kerangka berpikir
adalah suatu representasi dari proses kognitif tertentu yang dipecah ke
dalam langkah-langkah spesifik dan digunakan untuk mendukung proses
berpikir. Kerangka berpikir tersebut digunakan sebagai petunjuk berpikir
bagi siswa ketika mereka mempelajari suatu keterampilan berpikir. Dalam
praktiknya, kerangka berpikir tersebut dapat dibuat dalam bentuk poster
yang ditempatkan di dalam ruang kelas untuk membantu proses belajar
mengajar.
Mengajarkan Keterampilan Berpikir
Jika pengajaran keterampilan berpikir kepada siswa belum sampai pada tahap siswa dapat mengerti dan belajar menggunakannya,
maka keterampilan berpikir tidak akan banyak bermanfaat. Pembelajaran
yang efektif dari suatu keterampilan memiliki empat komponen, yaitu:
identifikasi komponen-komponen prosedural, instruksi dan pemodelan
langsung, latihan terbimbing, dan latihan bebas.
Pada dasarnya pembelajaran keterampilan berpikir dapat dengan mudah
dilakukan. Sayangnya, kondisi pembelajaran yang ada di kebanyakan
sekolah di Indonesia belum begitu mendukung untuk terlaksananya
pembelajaran ketrampilan berpikir yang efektif. Beberapa kendalanya
antara lain pembelajaran di sekolah masih terfokus pada guru, belum student centered;
dan fokus pendidikan di sekolah lebih pada yang bersifat
menghafal/pengetahuan faktual. Keterampilan berpikir sebenarnya
merupakan suatu keterampilan yang dapat dipelajari dan diajarkan, baik
di sekolah maupun melalui belajar mandiri. Yang perlu diperhatikan dalam
pengajaran keterampilan berpikir ini adalah bahwa keterampilan tersebut
harus dilakukan melalui latihan yang sesuai dengan tahap perkembangan
kognitif anak. Tahapan tersebut adalah:
- 1. Identifikasi komponen-komponen prosedural
Siswa diperkenalkan pada keterampilan dan langkah-langkah khusus yang
diperlukan dalam keterampilan tersebut. Ketika mengajarkan keterampilan
berpikir, siswa diperkenalkan pada kerangka berpikir yang digunakan
untuk menuntun pemikiran siswa.
- 2. Instruksi dan pemodelan langsung
Selanjutnya, guru memberikan instruksi dan pemodelan secara
eksplisit, misalnya tentang kapan keterampilan tersebut dapat digunakan.
Instruksi dan pemodelan ini dimaksudkan supaya siswa memiliki gambaran
singkat tentang keterampilan yang sedang dipelajari, sehingga instruksi
dan pemodelan ini harus relatif ringkas.
- 3. Latihan terbimbing
Latihan terbimbing seringkali dianggap sebagai instruksi bertingkat
seperti sebuah tangga. Tujuan dari latihan terbimbing adalah memberikan
bantuan kepada anak agar nantinya bisa menggunakan keterampilan tersebut
secara mandiri. Dalam tahapan ini guru memegang kendali atas kelas dan
melakukan pengulangan-pengulangan.
- 4. Latihan bebas
Guru mendesain aktivitas sedemikian rupa sehingga siswa dapat melatih
keterampilannya secara mandiri, misalnya berupa pekerjaan rumah. Jika
ketiga langkah pertama telah diajarkan secara efektif, maka diharapkan
siswa akan mampu menyelesaikan tugas atau aktivitas ini 95% – 100%.
Latihan mandiri tidak berarti sesuatu yang menantang, melainkan sesuatu
yang dapat melatih keterampilan yang telah diajarkan.
Bagaimana dengan Di Indonesia?
Jika kita kembalikan kepada dunia pendidikan di Indonesia, yang
menjadi masalah adalah bagaimana cara mengajarkan keterampilan berpikir
tersebut di sekolah sehingga ia bisa menjadi sesuatu yang dapat
memperbaiki belajar siswa. Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk
melakukan hal ini, yaitu keterampilan berpikir dijadikan terpadu dengan
bidang studi yang diajarkan atau keterampilan berpikir diajarkan secara
terpisah. Di beberapa wilayah di Jerman, sekolah mengajarkan pelajaran
Logika kepada para siswanya.
Di Indonesia, pengajaran keterampilan berpikir memiliki beberapa
kendala. Salah satunya adalah terlalu dominannya peran guru di sekolah
sebagai penyebar ilmu atau sumber ilmu, sehingga siswa hanya dianggap
sebagai sebuah wadah yang akan diisi dengan ilmu oleh guru. Kendala lain
yang sebenarnya sudah cukup klasik namun memang sulit dipecahkan,
adalah sistem penilaian prestasi siswa yang lebih banyak didasarkan
melalui tes-tes yang sifatnya menguji kemampuan kognitif tingkat rendah.
Siswa yang dicap sebagai siswa yang pintar atau sukses adalah siswa
yang lulus ujian. Ini merupakan masalah lama yang sampai sekarang masih
merupakan polemik yang cukup seru bagi dunia pendidikan di Indonesia.
Kurikulum Berbasis Kompetensi yang sudah mulai diterapkan di Indonesia
sebenarnya cukup kondusif bagi pengembangan pengajaran keterampilan
berpikir, karena mensyaratkan siswa sebagai pusat belajar. Namun
demikian, bentuk penilaian yang dilakukan terhadap kinerja siswa masih
cenderung mengikuti pola lama, yaitu model soal-soal pilihan ganda yang
lebih banyak memerlukan kemampuan siswa untuk menghafal.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pengajaran keterampilan berpikir di sekolah antara lain adalah sebagai berikut:
- keterampilan berpikir tidak otomatis dimiliki siswa
- keterampilan berpikir bukan merupakan hasil langsung dari pengajaran suatu bidang studi
- pada kenyataannya siswa jarang melakukan transfer sendiri
keterampilan berpikir ini, sehingga perlu adanya latihan terbimbing
- pengajaran keterampilan berpikir memerlukan model pembelajaran yang berpusat kepada siswa (student-centered).
Selain beberapa prinsip di atas, satu hal yang tidak kalah pentingnya
dalam pengajaran keterampilan berpikir adalah perlunya latihan-latihan
yang intensif. Seperti halnya keterampilan yang lain, dalam keterampilan
berpikir siswa perlu mengulang untuk melatihnya walaupun sebenarnya
keterampilan ini sudah menjadi bagian dari cara berpikirnya. Latihan
rutin yang dilakukan siswa akan berdampak pada efisiensi dan otomatisasi
keterampilan berpikir yang telah dimiliki siswa. Dalam proses
pembelajaran di kelas, guru harus selalu menambahkan keterampilan
berpikir yang baru dan mengaplikasikannya dalam pelajaran lain sehingga
jumlah atau macam keterampilan berpikir siswa bertambah banyak.
Kesimpulan
Berpikir secara efektif merupakan suatu karakteristik yang bermanfaat
dalam pembelajaran di sekolah pada tiap jenjangnya; meskipun bagaimana
berpikir secara efektif ini jarang mendapatkan perhatian dari para guru.
Riset menunjukkan bahwa meskipun keterampilan dasar siswa tetap
konsisten atau sedikit mengalami kenaikan, tetapi siswa tidak memperoleh
keterampilan strategi berpikir secara efektif di sekolah. Jika siswa
mempelajari cara berpikir tingkat yang lebih tinggi dan kompleks, maka
masuk akal bahwa instruksi keterampilan berpikir tersebut dapat dipakai
sebagai alat yang potensial untuk meningkatkan pembelajaran di sekolah.
Dengan kata lain, jika kita ingin siswa menjadi pemikir yang handal,
kita harus mengajarkan caranya.
0 komentar:
Posting Komentar